KEBIJAKAN KEUSKUPAN MAUMERE TENTANG
MISA ARWAH DAN PEMAKAMAN GEREJAWI
Kematian merupakan saat yang sarat dengan derita dan duka yang mendalam. salah satu sumber penghiburan dan kedamaian adalah Pelayanan Gereja. Pada saat ini Gereja sedapat mungkin mendampingi umat yang berduka dan memberikan pengharapan. Melalui doa-doa dan kurban Misa Gereja melepaskan dan mempercayakan seorang yang telah meninggal dunia ke Pangkuan Allah Maharahim dan Mahakasih melalui Kristus Putera-Nya yang adalah Alfa dan Omega. Misteri Paskah adalah pusat kepercayaan kristiani akan kematian. Dia merangkul kehidupan sekarang dan akhirat serta harapan akan kebangkitan Misteri wafat dan kebangkitan Kristus paling nyata dirayakan dan dihayati pada masa-masa khusus, seperti: masa Advent, Natal, Prapaskah, Paskah dan Hari-Hari Raya Wajib. Oleh karena itu, larangan misa arwah khususnya misa pemakaman pada saat-saat itu ditempatkan dalam kerangka untuk tidak mengurangi dan menggeser makna khusus itu. Instruksi dan pedoman berikut diberikan kepada para pastor dan umat Keuskupan Maumere dan siapa saja yang berikhtiar menarik hikmah praksis dari misa arwah dan pemakaman gerejawi.
1. Misa pemakaman adalah misa arwah yang terpenting. Misa ini boleh dirayakan pada hari liturgi mana pun, kecuali hari-hari raya wajib, hari Kamis dalam Pekan Suci, Trihari Paskah, dan hari-hari minggu dalam Masa Adven, Prapaskah dan Paskah (cf. Pedoman Umum Misale Romawi, art. 380). 2. Misa arwah pada saat berita kematian diterima dan pada peringatan kematian umumnya dapat dirayakan pada hari liturgi mana pun, kecuali: hari-hari raya wajib, hari Kamis dalam Pekan Suci, Trihari Paskah, hari-hari Minggu dalam masa Adven, Prapaskah, Paskah, hari-hari raya bukan wajib, hari peringatan arwah semua orang beriman, hari Rabu Abu, hari-hari dalam oktaf Paskah, hari-hari Minggu masa Natal, dan hari-hari minggu Masa Biasa (cf. Pedoman Umum Misale Romawi, art. 381; atau Notatiae, Sacred Congregation for Divine Worship, April 1974, page 146 f). 3. Umat beriman yang meninggal dan dimakamkan pada hari-hari liturgi yang dilarang pada poin 1 dan 2, dapat dirayakan Misa Kudus, tetapi bukan Misa Arwah. Semua Teks Doa dan Bacaan Misa Wajib diambil dari Teks Doa dan Bacaan Misa pada hari yang bersangkutan, dengan menambahkan satu-dua Doa Umat untuk keselamatan jiwa dari orang yang meninggal dan keluarga yang ditinggalkan. Selanjutnya bagi umat beriman yang meninggal dan dimakamkan pada Trihari Suci tidak dapat merayakan Misa. Keselamatan jiwa umat beriman tersebut diserahkan kepada penyelenggaraan Tuhan melalui Upacara Sabda. 4. Atas alasan yang wajar dan masuk akal, keluarga pihak yang telah meninggal sesudah konsultasi dengan Pastor Paroki, dapat meminta dispensasi kepada Ordinaris Wilayah (Uskup) dari halangan yang disebut pada poin 1,2 dan 3 (cf. Kan. 87, § 1; Kan. 90, § 1) 5. Misa arwah lainnya atau miasa-misa harian, dapat dirayakan pada hari biasa dalam Masa Biasa (cf. Pedoman Umum Misale Romawi, art. 381) 6. Intensi misa mohon keselamatan arwah dapat dilaksanakan pada hari manapun. 7. Misa arwah yang wajib dilayani paroki kepada seorang warganya yang telah meninggal adalah satu kali; jika keluarganya hendak mempersembahkan misa lebih dari itu, maka dengan persetujuan Pastor Paroki, dapat meminta jasa dari pastor lain. 8. Misa arwah kecuali Misa Pemakaman, hendaknya tidak dirayakan pada Sabtu sore yang secara liturgis sudah diperhitungkan sebagai hari Minggu dan pada hari Minggu Masa Biasa. 9. Umat beriman kristiani yang telah meninggal dunia harus diberi pemakaman gerejawi menurut norma hukum (cf. Kan. 1176, § 1) 10. Dengan pemakaman gerejawi Gereja mohon bantuan rohani bagi mereka yang telah meninggal dan menghormati tubuh mereka serta sekaligus memberikan penghiburan berupa harapan bagi yang masih hidup; pemakaman itu haruslah dirayakan menurut undang-undang liturgi (cf. Kan. 1176, § 2). 11. Gereja menganjurkan dengan sangat, agar kebiasaan saleh untuk mengebumikan jenazah dipertahankan, namun Gereja tidak melarang kremasi, kecuali cara itu dipilih demi alasan-alasan yang bertentangan dengan ajaran kristiani (cf. Kan. 1176, § 3). 12. Sejauh mengenai pemakaman, para katekumen harus diperlakukan sama seperti orang beriman kristiani (cf. Kan 1183, § 1). |
13. Ordinaris wilayah dapat mengizinkan agar anak-anak kecil yang sebenarnya mau dibaptis oleh orangtuanya, namun telah meninggal dunia sebelumnya, diberi pemakaman gerejawi (cf. Kan. 1183, § 2).
14. Orang-orang dibaptis yang termasuk pada suatu gereja atau persekutuan gerejawi bukan katolik, dapat diberi pemakaman gerejawi menurut penilaian arif Ordinaris wilayah, kecuali nyata kehendak mereka yang berlawanan, dan asalkan pelayanannya sendiri tidak bisa didapatkan (cf. Kan. 1183, § 3). 15. Pemakaman gerejawi harus ditolak, kecuali sebelum meninggal menampakan suatu tanda penyesalan, bagi (cf. Kan. 1184 § 1): a. Mereka yang nyata-nyata murtad, menganut bidaah dan skisma; b. Mereka yang memilih kremasi jenazah mereka sendiri karena alasan yang bertentangan dengan iman kristiani; c. Pendosa-pendosa nyata (peccatores manifesti) lain yang tidak bisa diberi pemakaman gerejawi tanpa menimbulkan sendungan publik bagi kaum beriman. 16. Pendosa-pendosa nyata (diketahui Publik Hidup dalam suatu kondisi dosa berat dan menciptakan skandal bagi iman umat) yang ditolak untuk pemakaman gerejawi, kecuali sebelum meninggal menampakkan suatu tanda penyesalan, adalah: a. Mereka yang dengan sengaja dan sadar membunuh orang-orang lain; b. Mereka yang sudah mendapatkan sanksi ekskomunikasi dan interdik yang sudah dijatuhkan dan dinyatakan; c. Mereka yang telah berpindah agama dan keyakinan lain. 17. Karena pemakamn gerejawi merupakan hak setiap orang yang telah dibaptis dan larangan terhadapnya dikenakan hanya kepada seseorang yang secara sengaja dan publik melakukan tindakan melawan iman katolik atau bertentangan dengannya, maka pihak yang membunuh diri (karena gangguan psikis yang berat, ketakutan besar atau kekhawatiran akan suatu musibah, akan suatu kesusahan atau suatu penganiayaan), yang berada dalam perkawinan yang tidak sah dan tidak mempraktekkan iman katolik (karena kelemahan manusiawi), hendaknya tetap dilayani pemakaman gerejawi (cf. Katekismus, no. 2282-2283). 18. Jika pemakaman gerejawi bagi orang-orang pada poin 15 & 16 menimbulkan skandal bagi publik, maka intensi memohon keselamatan arwah mereka hendaknya tidak diumumkan. 19. Jika suatu keraguan diperbolehkan atau tidaknya mengenai pemakaman gerejawi bagi seseorang, hal itu hendaknya dikonsultasikan pada Ordinaris wilayah yang penilaiannya harus dituruti (cf. Kan. 1184, §2). 20. Bagi orang yang tidak diberi pemakaman gerejawi, juga tidak boleh dipersembahkan Misa pemakaman apapun (cf. Kan. 1185). 21. Misa peringatan arwah bagi mereka yang disebut pada poin 14 dan 15, meski tidak dilarang, hendaknya dirayakan tanpa kehadiran banyak orang. Ditetapkan dan disyahkan di Maumere Pada 31 Mei 2011 † Gerulfus Kherubim Pareira, SVD Uskup Maumere |
Kebijakan Keuangan Keuskupan Maumere
I. KEBIJAKAN UMUM
1. Prinsip dasar: Uang tidak menjadi halangan bagi terlaksananya kegiatan pastoral. Dan Ekonom yang berfungsi sebagai bendahara berperan sebagai pelancar urusan keuangan untuk kegiatan pastoral. 2. Seluruh urusan keuangan yang berkaitan dengan pembiayaan kegiatan pastoral dikoordinir langsung oleh Direktur Pusat Pasoral. Dan untuk kelancaran urusan keuangan, ada bendahara khusus/pembantu di Kantor Puspas. 3. Komisi-komisi dan biro-biro diharapkan dapat “membesarkan” Keuskupan melalui program-programnya yang tepat sasar yang berdampak pada kebutuhan umat sesuai amanat Sinode I KUM dan “membesarkan” Keuskupan dalam urusan dana untuk membiayai program kegiatan tersebut. 4. Dalam kaitan dengan point 3 di atas, maka komisi-komisi dan biro-biro perlu menjaring dan membangun kemitraan dengan pihak-pihak lain yang mempunyai visi, misi dan orientasi kegiatan yang searah dengan program komisi atau biro. Urusan ini berada dalam koordinasi direktur Pusat Pastoral. 5. Kegiatan penguatan kelembagaan komisi atau biro menjadi tanggung jawab komisi atau biro bersangkutan. Karena penekanan utama pembiayaan karya pastoral Keuskupan kita terarah pada program pastoral yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan umat. II. KEBIJAKAN KHUSUS 1. Biaya Transportasi Peserta Pertemuan Komisi dan Biro : a) Kegiatan KWI :Dibiayai oleh KWI. b) Kegiatan Regio : Dibiayai oleh Regio atau Keuskupan. c) Kegiatan Pastoral Keuskupan : * Di luar Keuskupan : Dibiayai oleh Keuskupan * Di dalam wilayah keuskupan: Dibiayai oleh Keuskupan: 1) Paroki di pulau Palue : Rp.150.000 2) TPAPT TanaAi, Wolemanufe dan Prk. Helehebing : Rp. 100.000 3) TPAPT Blesit, Wakhab dan Prk. Magepanda : Rp. 75.000 4) TPAPT Nikonewa, Halokiki dan Prk. Nangahure : Rp. 50.000 5) TPAPT Katomi : Rp. 30.000 |
2. Uang Saku Peserta Kegiatan Pastoral:
· Wilayah luar Wilayah Bali dan Nusra: : Rp.300.000 · Wilayah Bali dan Nusra (Luar pulau Flores): : Rp.200.000 · Di wilayah Pulau Flores (Luar Keuskupan): : Rp.150.000 · Di dalam Wilayah Keuskupan Maumere: : Rp.100.000 3. Jika ada kegiatan/pertemuan yang terlaksana di paroki yang melibatkan Team Keuskupan maka biaya transportasi Team Keuskupan menjadi tanggung jawab Keuskupan (point 1). 4. Jika ada pertemuan/kegiatan yang terjadi di Puspas yang melibatkan umat dari paroki maka biaya tranportasi utusan paroki menjadi tanggung jawab masing-masing paroki. 5. Kegiatan pastoral yang direncanakan dan dilaksanakan di paroki menjadi tanggung jawab paroki. Demikian kebijakan keuangan ini dibuat untuk menjadi acuan dan pegangan kita bersama dalam melancarkan seluruh pelaksanaan program kegiatan pastoral di Keuskupan kita, Keuskupan Maumere. Nele, 11 Pebruari 2014 Mengetahui; Rm. Yohanes Eo Towa, Pr Rm. Herman Yoseph, Pr Direktur Puspas Bendahara Puspas |